Terakhir ada seorang manusia yang memanjat kubah hijau Masjid Nabawi untuk dihancurkan, lalu disambar petir secara tiba-tiba dan mati. MAYATNYA MELEKAT PADA KUBAH HIJAU TERSEBUT DAN TIDAK DAPAT DITURUNKAN SAMPAI SEKARANG. Syekh Zubaidy, ahli sejarah Madinah menceritakan ada seorang soleh di kota Madinah bermimpi, dan terdengar suara yang mengatakan “Tidak ada satu orang pun yang dapat menurunkan mayat tersebut, agar orang yang belakangan hari dapat mengambil, i’tibar”.
Hingga
sekarang mayat tersebut masih ada dan dapat disaksikan langsung dengan
mata kepala. Bagi yang tidak dapat berkunjung ke sana dapat mengakses
internet google “Ada Mayat di atas Kubah Masjid Nabawi”
SEJARAH
Sejarah bercerita, ketika Nabi sampai di Madinah, pertama sekali dikerjakan Nabi Saw adalah membangun Masjid Nabawi
dengan membeli tanah seharga 10 dinar kepunyaan dua orang anak yatim
Sahl dan Suhail berukuran 3 x 30 m. Bangunan yang sederhana itu hanya
berdindingkan tanah yang dikeringkan, bertiangkan pohon kurma dan
beratapkan pelepah kurma. Sebelah Timur bangunan Masjid Nabawi dibangun
rumah Nabi Saw, dan sebelah Barat dibangun ruangan untuk orang-orang
miskin dari kaum Muhajirin yang pada akhirnya tempat itu dikenal dengan
tempat ahli Suffah (karena mereka tidur berbantalkan pelana kuda).
Baru pada tahun ke-7 H, Nabi mengadakan perluasan Masjid Nabawi ke arah Timur, Barat, dan Utara sehingga berbentuk bujursangkar 45 x 45 m dengan luas mencapai 2.025 m2
dan program jangka panjang untuk memperluas Masjid Nabawi seperti yang
kita lihat sekarang ini diisyaratkan oleh Nabi Saw dengan sabdanya
menjelang wafat: “Selayaknya kita memperluas masjid ini”.Hingga pada tahun ke-17 H, Amirul Mukminin Umar
bin Khattab khalifah kedua, memperluas ke arah Selatan dan Barat
masing-masing 5 m dan ke Utara 15 m, dan dilanjutkan oleh Usman bin
Affan khalifah ketiga memperluas ke arah Selatan, Utara dan Barat
masing-masing 5 m pada tahun ke-29 H.
Akhirnya pada masa Khalifah Bani Umayyah Al-Walid bin Abdul Malik pada tahun 88 H, memperluas ke semua sisi Masjid Nabawi termasuk ke arah Timur (rumah Nabi) dan kamar-kamar isteri Nabi (hujurat)
sehingga makam Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar Siddiq, dan Umar bin
Khattab termasuk bagian dari masjid dan berada di dalam masjid yang
sebelumnya terpisah dari masjid.
Inilah yang menjadi pembahasan para ulama
dan fukaha di dalam Fikih Islam, yaitu mendirikan bagunan seperti rumah
kubah, madrasah, dan masjid di atas kuburan. Karena Nabi Saw bersabda
: Allah mengutuk umat Yahudi dan Nasrani yang membuat kuburan para nabi mereka menjadi masjid-masjid (tempat peribadatan). (HR.
Bukhari Muslim)Hadis di atas dipahami oleh sebagian ulama terutama di
kalangan pengikut Syekh Muhammad bin Abdul Wahab (Th. 1115 H/ 1703 M di
Masjid Saudi Arabia, dan aliran ini disebut oleh para rivalnya sebagai
aliran Wahabiyah, dan di Indonesia dengan aliran Salafi). Secara umum,
tidak boleh melakukan kegiatan ibadah di atas kuburan, berdoa menghadap
kuburan, dan membangun kubah di atas kuburan.
Sama ada di atas tanah wakaf atau di atas
tanah pribadi. Sama ada untuk tujuan penghormatan atau mengambil berkah
dan mengagungkan kuburan karena semua itu adalah perbuatan sia-sia
sebagaimana dipahami oleh Sayyid Sabiq di dalam Fikih Sunnah-nya.Sejalan
dengan tujuan berdirinya aliran Wahabiah ini untuk memurnikan Tauhid,
aliran ini cukup gencar memusnahkan kubah-kubah yang dibangun di atas
kuburan, batu-batu nisan yang bertuliskan nama-nama yang sudah wafat,
ayat-ayat Alquran yang tertulis di batu-batu nisan, kuburan-kuburan para
wali yang dikeramatkan agar jangan terjadi khurafat, syiruk dan bid’ah
di dalam Tauhid dan ibadah umat ini.Dan siapa saja di antara umat Islam
yang melakukan itu mereka bukan lagi penganut Tauhid yang sebenarnya,
karena mereka meminta pertolongan bukan kepada Tuhan lagi, melainkan
dari syekh atau wali dan dari kekuatan gaib, dan orang-orang yang
demikian juga menjadi musyrik.Kenyataan itu dapat dilihat sampai
sekarang, bagi jamaah haji yang berkunjung ke makam Rasul, ke Baqi’, ke
Ma’la, ke Uhud, dimana para penziarah diusir karena mendoa menghadap ke
kuburan Nabi Saw. Demikian juga bila kita berziarah ke Baqi’ dan Uhud,
tidak ada satu kuburan pun yang diberi nama atau tanda untuk membedakan
antara kuburan sahabat-sahabat yang senior, para ahli hadis, bahkan
kuburan Aisyah dan isteri-isteri Nabi pun tidak dapat dibedakan. Kalau
penziarah bertanya kepada para “Satpam” kuburan baqi’ mana kuburan
isteri Nabi? Mana kuburan Usman bin Affan? Mereka hanya menjawab “ana la adri” (saya tidak tau)
Upaya Wahabi untuk memurnikan Tauhid umat
Islam lewat pemusnahan simbol-simbol kuburan, batu nisan, dan
kubah-kubah yang dibangun di atas kuburan dilakukan secara besar-besaran
pada masa Raja Abdul Azis. Tepatnya pada 8 Syawal 1345 H, bertepatan 21
April 1925 M, dimana kuburan baqi’ yang tersusun rapi di sana
dimakamkan ahlil bait Nabi dan puluhan ribu para sahabat, termasuk kuburan Khadijah isteri Nabi yang pertama ummul mukminin (ibu dari orang-orang beriman) di Ma’la – Makkah, semuanya rata dengan tanah.Terakhir
ada seorang manusia yang memanjat kubah hijau Masjid Nabawi untuk
dihancurkan, lalu disambar petir secara tiba-tiba dan mati. Mayatnya
melekat pada kubah hijau tersebut dan tidak dapat diturunkan sampai
sekarang. Syekh Zubaidy, ahli sejarah Madinah menceritakan
ada seorang soleh di kota Madinah bermimpi, dan terdengar suara yang
mengatakan “Tidak ada satu orang pun yang dapat menurunkan mayat
tersebut, agar orang yang belakangan hari dapat mengambil, i’tibar”.
Pelajaran
yang dapat diambil dari kisah ini, terlepas dari kebenarannya, bahwa
kembali kepada Tauhid yang murni seperti zaman Rasul Saw adalah tujuan
dari dakwah Islam dan misi para Rasul dan umat Islam mesti menerimanya,
jika tidak ingin menjadi orang musyrik. Akan tetapi pemeliharaan nilai
sejarah dan para pelaku sejarah juga penting, karena Allah berfirman : Sungguh di dalam sejarah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. (QS. Yusuf : 111).
Akhirnya jika pelaku sejarah tidak boleh dikenang, tidak dimuliakan,
tidak dihormati, kuburannya diratakan, bagaimana kita mengambil
pelajaran dari sejarah tersebut? Adapun maksud Nabi Saw Allah mengutuk
Yahudi dan Nasrani menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, adalah
menyembah kuburan. Semoga kita dapat pelajaran. Wallahua’lam ***** (H.M. Nasir, Lc, MA : Penulis
adalah Pimpinan Pondok Pesantren Tahfiz Alquran Al Mukhlisin Batubara,
Pembantu Rektor IV Universitas Al Washliyah (UNIVA) Medan ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar