Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah Swt, Pencipta dan pemelihara alam semesta, yang tiada henti melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada seluruh hamba-Nya, umat manusia di seluruh belahan bumi ini, terlebih kepada kita pribadi saat ini.Disaat yang sangat berbahagia ini, dimana kita tertakdir dapat bersimpuh dihadapan-Nya. Mendapatkan kesempatan untuk menghadapkan segala kerendahan diri dan kehinaan di hadapan Dzat Yang Maha Mulia dan Perkasa, menghaturkan segala hajad dan kebutuhan hidup di hadapan Tuhan yang Maha Kuasa, curhat atas kelemahan diri dan dosa-dosa di hadapan Allah yang Maha Pengampun, di masjid yang mulia ini bersama-sama melaksanakan sholat Idul Adha. Untuk memperingati kejadian besar dalam sejarah kemanusiaan yang tiada tandingnya. Pengorbanan hidup yang dilakukan oleh manusia-manusia pilihan, Nabiyullah Ibrahim as beserta keluarganya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Habiibina Baginda Nabi Muhammad SAW, yang dengan perjuangan dan pengorbanannya pula telah berhasil menancapkan sendi-sendi iman dan tauhid di dada umatnya, juga kepada keluarga dan sahabatnya serta pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat yang telah melanjutkan tongkat estafet perjuangan, sambung menyambung sehingga hasilnya bisa kita nikmati sampai saat ini.
Pengorbanan besar yang telah tercatat dalam sejarah kemanusiaan yang telah dilakukan oleh manusia-manusia pilihan tersebut, seakan telah menjadi pondasi bangunan yang kokoh kuat ketika Allah berkehendak menghidupkan dan membangun kota Mekkah Al-Mukarromah. Tanah yang asalnya mati dan gersang menjadi kota yang makmur penuh berkah. Tanah dimana Baitullah akan dibangun di muka bumi ini. Pengorbanan besar itu hari ini kita peringati, bersama-sama kaum mu’minin dan muslimin di seluruh dunia, diperingati tidak sekedar untuk mengenang saja, namun juga harus mampu kita jadikan pelajaran dan tauladan untuk menyemangati hidup kita, agar kita mendapat kekuatan batin dan jiwa untuk menempuh jalan kehidupan dengan segala tantangan dan romantika yang ada di dalamnya.
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Idul Adha identik dengan Idul Qurban, tapi qurban yang dimaksudkan khotib dalam khutbah kali ini bukan sekedar menyembelih hewan qurban kemudian dagingnya dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerima. Qurban yang dimaksudkan adalah melaksanakan pengurbanan hakiki, yakni mengurbankan sebagian yang kita miliki dan cintai, baik harta benda maupun penghormatan untuk dibagikan kepada orang yang lebih membutuhkan, hal itu dilakukan semata-mata untuk melaksanakan “ta’abbudan lillah”, semata-mata mengabdi kepada Allah dalam rangka memperingati dan mengenang pengurbanan besar yang dilakukan Nabiyullah Ibrahim as beserta keluarganya. Pengurbanan mana yang tidak hanya bisa dijadikan pelajaran dalam hidup saja, namun juga mampu meningkatkan taraf kehidupan kita, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Pengurbanan yang mampu mengangkat hasrat kemanusian, meningkatkan kapasitas hidup dan kemampuan pribadi, menjadi orang mulia baik dihadapan manusia maupun dihadapan Rabbul Izzah, demikian itu yang pernah dilakukan dan didapatkan Nabiyullah Ibrahim as beserta keluarganya.
Peristiwa pengurbanan besar tersebut dimulai ketika Nabiyullah Ibrahim as dengan tulus ihlas dan ridho melaksanakan perintah Allah yang tidak logis, yakni menempatkan sebagian anggota keluarga tercinta di tanah Mekkah Al-Mukarromah yang saat itu belum berpenghuni, tanah tandus tidak berkehidupan, tidak ada air tidak ada makanan, supaya nantinya di tanah itu manusia mendirikan sholat dan beribadah kepada Allah SWT. Siti Hajar dan Isma’il, salah satu Istri dari dua istri tercinta dan satu-satunya putra yang masih dalam susuan, mereka berdua harus ditinggalkan begitu saja oleh Nabiyullah Ibrahim as di tanah yang terpencil dan terasing tersebut, berdua harus mempertahankan hidup dalam sendirian dengan bekal hidup yang pas-pasan.
Peristiwa tersebut diabadikan Allah SWT dengan firman-Nya dalam bentuk kalimat doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim AS di dalam kitab suci al-Qur’an al-Karim:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tumbuhan di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.(QS.Ibrahim/37)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Pengorbanan yang dimaksud secara kongkrit tergambar dalam bentuk keihlasan dalam memperjuangkan hidup dan menjalani penderitaan yang amat sangat dalam rangka mempertahankan kehidupan yang dilakukan oleh seorang ibu bersama anaknya yang masih dalam susuhan, berdua dalam kesendirian ditengah luasnya padang pasir yang tidak berpenghuni. Meskipun Siti Hajar yakin Allah tidak akan menelantarkan hidupnya, namun melaksanakan keyakinan tersebut ternyata tidak segampang seperti ketika diucapkan. Sebagaimana ketika dia berkata kepada suaminya disaat detik-detik suaminya akan meninggalkan dirinya berdua : “Wahai suamiku, apakah engkau diperintah Allah dalam hal ini?”. Dalam pertanyaan yang ketiga kalinya baru Nabi Ibrahim as menjawab meski tanpa menoleh, karena takut hatinya terpengaruh sehingga berakibat buruk, berubah pendirian dan tidak mampu melaksanakan perintah tidak logis itu: “Benar wahai Istriku, aku diperintah Allah untuk melakukan ini”. Siti Hajar kemudian berkata: “Wahai suamiku, jika ini memang perintah Allah, maka lakukan saja, aku yakin Allah tidak akan menelantarkan kami berdua disini”.
Melaksanakan keyakinan hati ternyata tidak semudah seperti saat mengucapkannya di bibir. Siti Hajar berdua ternyata harus menghadapi penderitaan yang amat sangat, sampai-sampai nyawanya berdua hampir direnggut kematian. Ketika bekal makanan yang ditinggalkan suaminya sudah habis, padahal air tidak mungkin bisa didapat ditempat yang kering itu, sedangkan anak yang digendongan menangis tiada henti minta disusui, padahal air susu sudah tidak keluar lagi karena perut sudah lama tidak terisi, maka sang Ibu mencoba mencari pertolongan. Dengan sisa tenaga yang ada Siti Hajar berlari-lari kecil antara dua bukit yang ada di sekitar tempat itu, bukit Shofa dan Marwa. Dari atas dua bukit tersebut dia melihat kesana-kemari, berharap dapat menemukan manusia yang bisa memberikan pertolongan kepadanya, namun sampai 7X pulang pergi, hasilnya tetap nihil juga, Sang Ibu yang sedang kelelahan dan lemas karena kelaparan itu tidak juga menjumpai seorangpun yang bisa memberikan pertolonggan kepadanya. Peristiwa ini diabadikan Allah dengan firman-Nya:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.(QS.al-Baqoroh/158)
Pengurbanan berikutnya merupakan pengurbanan yang lebih dahsyat lagi, bahkan sama sekali tidak masuk di akal sehat. Betapa tidak, seorang ayah atas isyarat mimpi harus menyembelih satu-satunya putra tercinta. Perintah Allah tersebut berawal dari bisikan yang mengusik tidur Abal Anbiya’ Ibrahim As. Allah memberikan wahyu lewat Ru’yah Shodiqoh kepada nabi-Nya agar menyembelih putra semata wayangnya yang bernama Ismail. Ketika Ibrahim terjaga dari tidurnya, ia mengira apa yang mengganggu tidurnya hanyalah bisikan setan sebab sangat tidak mungkin Allah Swt yang Maha penyayang dan pengasih memerintahkannya untuk menyembelih putra yang telah lama dinanti-nantikannya tersebut. Namun demikian Nabi Ibrahim As, mencoba merespon perintah Allah tersebut dengan akalnya, namun kemudian dia menampik perintah tersebut lantaran tidak bisa diterima logika. Akan tetapi ketika Allah kembali mengusiknya dengan mimpi yang sama sampai tiga kali. Nabi Ibrahim Khalilullah ini mencampakkan akalnya dan menerima perintah Allah tersebut dengan hati dan imannya secara Taabbudan Lillah, yakni sebagai wujud ketundukan dan kepatuhan kepada Allah Swt.
Peristiwa tersebut diabadikan Allah Ta’ala dalam firman-Nya dalam bentuk dialog antara ayah dan anak:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.(QS.Ash-Shofat/102)
Subhanallah !! Dihadapan kematian dengan pedang di tangan ayahnya sendiri seorang anak dengan tulus berkata : “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Dihadapan anak tercinta yang sedang berbaring lemas dipangkuannya dan menyiapkan lehernya untuk digorok oleh tangannya sendiri, seorang bapak mampu melakukan hal itu semata-mata karena melaksanakan perintah Allah yang hanya diterima melalui mimpi. Ya Allah !!! siapakah yang sanggup melakuan pekerjaan yang tidak logis itu selain para kekasih-Mu, selain orang-orang yang matahatinya cemerlang karena telah diterangi nur ma’rifat kepada-Mu sehingga mampu menerima perintah dengan cara tidak logis dan sekaligus melaksanakannya meski harus melakukan pekerjaan yang tidak logis pula, maka pantas mereka berdua kemudian mendapatkan penghormatan abadi dan ridho-Mu, bahkan menjadi lambang pengorbanan dan perjuangan hidup sepanjang zaman.
Sehingga dikala dengan sabar dan penuh keikhlasan Nabi Ibrahim As menjalankan perintah Allah tersebut, Allah bangga kepadanya. Sedetik sebelum mata pedang yang sudah diasah tajam itu menyentuh leher anak yang sudah terpejam matanya, dengan kuasa-Nya Allah Swt mengganti tubuh anak tersebut dengan seekor kambing kibas dari surga. Sebuah indikasi dan pelajaran yang amat berharga bahwa apabila orang bisa bersabar dalam menghadapi ujian dan musibah dan ridho serta ikhlas dalam menjalaninya, meski nyawa taruhannya, maka bukan saja akan mendapat pahala, namun juga Allah akan memberikan ganti yang lebih baik dan sempurna. Bahkan tidak hanya itu saja, pengurbanan besar yang dilakukan dua manusia mulia tersebut ternyata tidak sia sia, tidak hilang begitu saja ditelan zaman, namun terbukti telah menjadi pondasi yang kokoh kuat atas bangunan kota Mekkah al-Mukarromah dan keberkahan Allah yang dicurahkan di atasnya sampai saat sekarang.
Disamping hal penting tersebut, Ibadah qurban juga mengandung pesan kepada kita agar memiliki jiwa sosial dan peka terhadap penderitaan sesama serta pembangunan mental spiritual yang tangguh. Ungkapan rasa syukur atas segala anugerah yang diwujudkan dengan menasarufkan sebagian harta yang kita miliki dengan membeli dan menyembelih hewan qurban serta pendistribusian dagingnya kepada kalangan fuqoro wal masaakin agar di hari raya ini mereka dapat menikmati kegembiraan yang sama, disamping merupakan simbol agar kita mau berbagi kepada sesama serta ikut meringankan beban hidup orang lain yang bisa membangun kekuatan persaudaraan antara sesama umat, juga menguatkan jiwa kita secara pripadi dalam menghadapi tantangan dan kompetisi hidup yang rasanya seakan tidak berkesudahan, terlebih apabila hal yang sangat positif tersebut tidak hanya bisa dilakukan pada hari-hari tertentu saja, seperti hari Idul Adha sekarang ini, tetapi juga setiap saat dan kesempatan yang ada, saat kita diberi kemampuan dan kelebihan oleh Allah Swt.
Allahu Akbar, 3X Allahu Akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Ujian hidup yang dicanangkan dalam peristiwa sejarah tersebut dinyatakan Allah dalam firman-Nya: “Sesungguhnya ini benar-benar merupakan suatu ujian yang nyata”.(QS.ash Shafaat/108). Maksudnya, keberhasilan hidup yang didambakan oleh setiap jiwa yang merdeka, kebahagiaan yang diharapkan oleh setiap manusia yang hatinya sehat, ternyata tidak datang dengan sendirinya turun dari langit, melainkan harus ditempuh dan diperjuangkan melalui porses ujian yang tidak ringan, demikianlah pelajaran yang dapat kita petik dari peristiwa sejarah kemanusian ini, dan itu merupakan sunnatullah yang tidak ada berubahan untuk selamanya, baik berlaku bagi orang-orang terdahulu maupun kemudian, bahkan berlaku bagi kita semua. Ujian hidup tersebut juga dinyatakan Allah dengan firman-Nya:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqoroh/155-157)
Ma’aasyiral Muslimiin Rahimakumullah
Secara kongkrit pengorbanan yang pertama adalah berupa pengorbanan seorang Istri yang setia dan tabah untuk mentaati kehendak Suaminya yang diyakini sedang dalam rangka melaksanakan perintah Tuhannya, ternyata mampu menurunkan keberkahan Allah yang abadi di muka bumi ini. Memancarkan sumber air ditempat yang semestinya tidak mungkin ada mata air. Mendatangkan kehidupan bagi manusia banyak ditempat yang asalnya sepi dan terpencil. Menurunkan mu’jizat Allah yang sangat terang benderang dalam sejarah zaman. Adapun pengorbanan kedua adalah bentuk ketaatan seorang hamba Allah kepada Tuhannya, melaksanakan perintahNya meski perintah itu tidak nalar, ternyata hasilnya mampu membuka sumber keberkahan di muka bumi yang asalnya tandus kering menjadi tanah penuh berkah dan kaya raya.
Peristiwa tersebut telah dicatat dalam sejarah kemanusiaan dan bahkan harus diperingati oleh setiap pribadi Muslim pada setiap tahunnya. Kita semua diwajibkan melaksanakan Ibadah Haji bagi yang mampu yang salah satu tujuannya untuk memperingati peristiwa sejarah tersebut, itu terbukti dengan manasik haji yang dilakukan dalam ritual haji oleh jamaah yang sedang melaksanakan ibadah haji di Makkah Al-Mukarromah. Lalu sekarang kita boleh pertanya kepada diri sendiri, pengorbanan apa yang sudah kita lakukan selama ini untuk kejayaan kita sendiri, untuk mencapai peningkatan tarap hidup yang kita tuntut dan dambahkan selama ini, untuk keberhasilan hidup kita sendiri bukan keberhasilan hidup orang lain. Apakah kita hanya boleh menuntut saja tanpa berbuat apa-apa sementara orang lain harus berkorban dan bahkan dikorbankan …?? Kita selalu berharap hidup enak tapi enggan melaksanakan perjuangan.., Apa mungkin hal demikian bisa dicapai ..?? Padahal fenomena sejarah telah berbicara dengan terang benderang..!!
Inilah hikmah terbesar dari peringatan hari besar IDUL QURBAN yang sedang kita peringati hari ini, bukan hanya untuk memperingati peristiwa sejarah kemanusia itu saja, namun juga untuk membangkitkan semangat dan kesadaran dalam jiwa kita, dimana setiap pribadi Muslim harus siap berkorban untuk kebahagiannya sendiri. Setiap kita harus siap menyongsong keberhasilan dan peningkatan hidup dengan perjuangan dan pengorbanan. Dimulai dari diri sendiri untuk tidak berpangkutangan saja dan bermalas-malasan dan ketika berakibat hidupnya tidak juga meningkat kemudian mengkambinghitamkan nasib dan takdir. Padahal nasib dan takdir itu harus dimulai dari diri sendiri, “siapa beramal sholeh maka itu untuk dirinya sendiri”. Maksudnya, barangsiapa menanam kebaikan maka akan menuai kebajikan dan barangsiapa menanam kemalasan akan menuai kehancuran, itu berlaku untuk diri sendiri bukan untuk orang lain. Itulah sunnahtullah yang tidak ada perubahan untuk selama-lamanya. Yang dimaksud menanam itu adalah melaksanakan perjuangan dan pengorbanan terlebih dahulu setelah itu baru orang boleh bersenang-senang. “Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian”.
قال الله تعالى وبقوله يهتدي المهتدون . وإذا قرء القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون : وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم . ونفعني وأياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم . وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العيم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Tidak ada komentar:
Posting Komentar