Jumlah pensiunan membengkak pada 2016. Negara harus sedia Rp160 T.
(VIVAnews/Ikhwan Yanuar)
VIVAnews--Pekerjaan
sebagai pegawai negeri rupanya masih sangat diminati. Ratusan ribu
orang ikut seleksi tahun ini, meskipun formasi pegawai yang diterima
sangat terbatas. Belanja bagi pegawai negeri, dan untuk urusan
birokrasi, makan ongkos hampir separuh anggaran belanja negara.
Tapi, apakah birokrasi
dan pelayanan publik membaik setelah reformasi? Sejak Orde Baru,
birokrasi dituding lamban, dan sarang korupsi. “Masyarakat sudah muak,
kalau kita enggak reformasi, kita yang direvolusi,” kata Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar.
Mantan Gubernur Aceh ini
bersemangat bercerita tentang problem birokrasi, dan apa saja yang harus
dibenahi. Pada 2016, misalnya, Indonesia mengalami ledakan pensiunan,
dan harus siap dengan Rp160 triliun untuk dana pensiun. Beban negara
meningkat, lalu apa jalan keluarnya?
Berbincang santai dengan VIVAnews,
Selasa pekan lalu di kantornya, Menteri Azwar mengungkap semua
persoalan itu secara blak-blakan. Berikut kutipan wawancara itu.
Biaya birokrasi
kita mahal sekali. Hampir separuh dari anggaran belanja daerah digunakan
buat ongkos birokrasi. Apa saja target reformasi kementerian ini?
Kita ada 9 langkah. Tapi
kita mulai dulu masalah nasional itu ada 3. Birokrasi yang tambun, boros
dan tidak produktif. Kedua korupsi yang masih banyak. Ketiga
infrastruktur kita sangatlah kurang. Tahun lalu itu dana untuk
infrastruktur Rp60 triliun, atau 4,2 persen dari APBN. Itu masih terlalu
kecil. Tapi, alhamdulillah, pada 2012 dengan sisa anggaran kita bisa
tambah Rp30an triliun, sehingga total sekitar Rp100 triliun. Tahun depan
pemerintah berani menambah anggaran hingga mencapai Rp150-160 triliun.
Soal besarnya belanja pegawai negeri, bagaimana?
Belanja pegawai itu
rata-rata 40-50 persen dari total APBD. Itu luar biasa menurut saya.
Memang itu termasuk guru. Guru kita juga banyak jumlahnya tapi tidak
merata. Itu belum belanja aparatur, atau belanja pemerintah seperti
gedung, dan lainnya. Yang bisa dipakai langsung hanya 20-30 persen.
Jadi secara teori,
reformasi birokrasi itu area perubahannya di sekitar itu. Proses
reformasi birokrasi dimulai tahun 2008. Ada 3 kementerian, yaitu
Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Pada
2009 ada 2 kementerian atau lembaga, 2010 ada 9, 2011 ada 20. Tahun ini
rencananya 16 sampai 20 kementerian atau lembaga, tahun depan
rencananya 20 sampai 24 .
Semua kementerian selesai tahun ini. Saya percepat 2 tahun, supaya serentak itu. Kalau untuk pilot project
itu sudah cukup 2-3 tahun. Tapi kalau untuk menyelesaikan kan kita bisa
bikin masif. Bahkan saya tambahkan tahun ini ada 33 propinsi dan 33
kabupaten minimal 33 kota.
Nah apa yang mendasari itu, tools-nya
itu simpel. Jadi cara kita menilainya itu lebih disederhanakan. Sistem
penilaiannya itu kita berikan dalam bentuk online. Siapa yang mau ikut
kita kasih password. Jadi kita sudah launching sebelum puasa untuk 40
kementerian lembaga yang akan ikut, dan yang sudah ikut. Maksudnya dia
bisa ikut menaikkan dari 30 persen, 50 persen sampai 70 persen. Ini kan
bertahap. Jadi kita harapkan tahun ini lebih kurang 100 lembaga ikut.
Pusat selesai, semua daerah sudah mulai masuk.
Artinya apa, sekarang
malu jika tidak ikut. Itu capaian pertama. Kalau dulu kita yang
gedor-gedor, sekarang jika mereka (Pemda) ketinggalan, mereka yang malu.
Apakah itu seperti self assessment yang sudah dilakukan di soal pajak?
Ya, tapi mungkin
penilaian mandiri ya. Pertama kita berikan edukasi jika reformasi
birokrasi ini adalah suatu keharusan. Masyarakat sudah muak, kalau kita
enggak reformasi, kita yang di revolusi. Sekarang ini kan lamban, lama.
Itu capaian secara umum, orang sudah tahu kalau itu harus. Sekarang di
samping ini juga orang sudah mau cari yang namanya penilaian wajar tanpa
pengecualian (WTP). Walaupun tidak menjamin tidak ada korupsi.
Terakhir mengenai zona
integritas. Dari 36 kementerian, sudah ada langkah-langkah yang
dilakukan menuju wilayah yang bebas korupsi. Jadi ada langkah-langkah
kita lihat ada kemajuan atau tidak. Dari kesadaran sendiri mereka mau
ikut atau tidak.
Kita ukur satu-satu dari
berbagai langkah. Yang pertama itu evaluasi kementerian lembaga dan
daerah yaitu struktur organisasinya. Kita sudah kasih otonomi
seluas-luasnya kepada daerah. Maknanya tugas-tugas diserahkan kepada
daerah yang tadinya di pusat. Harusnya kan pusat ini makin ramping tapi
ini kok makin gemuk. Kecenderungannya itu menambah yang diperlukan tapi
yang tidak diperklukan itu jarang mau dikurangi.
Alasannya, pertama masih
mau terlihat gagah. Kedua, itu masih ada rasa tidak enak dengan bawahan
sesama teman. Nah, jadi salah satu tugas dari reformasi birokrasi itu
adalah membuat ia menjadi logis kembali sesuai dengan tugas mereka. Apa
sih tugas yang harus dilakukan oleh pemerintah. Apa semua harus oleh
pemerintah? Kan sebagian bisa ke swasta.
Apa tugas pemerintah
pusat? Sebagian kan bisa daerah, apa sih tugas kedua-duanya sehingga
nanti tidak berebut atau bahkan ditinggalkan keduanya. Ini mendasar, dan
harus ditata kembali, namun bukan pekerjaan yang mudah.
Saya, untuk reformasi
kementerian lembaga saya di depan, saja ajak Mendagri dan Pak Kuntoro
Mangkusubroto, saya ajak diskusi pakar-pakar manajemen dan politik, ada
Rhenald Kasali, dan Eep Safullah Fatah.
Peningkatan
kesejahteraan PNS kan menghabiskan banyak biaya, apalagi tiap tahun
selalu ada kenaikan gaji. Bagaimana pengaturannya?
Kalau gaji pokok PNS itu
tidak bisa naik lagi, paling naik 8 persen sesuai inflasi saja setiap
tahun. Misalnya kemarin yang dinaikkan itu tunjangan fungsional untuk
peneliti. Jadi gaji peneliti senior tunjangannya cuma Rp1,4 juta, lalu
dinaikkan hingga Rp3,2 juta. Namun remunerasinya bisa sampai Rp26 juta
maksimal, tapi masih dibayar 40 persen.
Justru beban negara itu
membayar dana pensiun yang tinggi. Sekarang tiap tahun negara membayar
uang pensiun Rp 60 triliun. Pada 2016 sebesar Rp160 triliun, karena
lebih banyak lagi yang pensiun. Pada 2016 itu Rp160 triliun. Itu lebih
banyak karena banyak lagi yang pensiun.
Terkait itu, kita tengah
mencari jalan keluar bersama Kementerian Keuangan, bagaimana merumuskan
hal ini. Itu tidak bisa diutak-atik, untuk itu gaji pokoknya segitu-gitu
saja. Tidak bisa naik lagi. Yang sekarang kita naikkan itu tunjangan
kinerja atau remunerasi. Instansi yang mendapatkan itu yang ikut program
reformasi birokrasi. Biayanya besar. Untuk remunerasi pusat saja
memerlukan Rp45 triliun. Namun sekarang kan baru dibayar 50 persennya.
Tapi tunjangan remunerasi itu lebih besar dibanding gaji menteri ya?
Gaji menteri kan Rp19,6
juta. Sakit gigi kalau tamu datang mau minta sumbangan, hahaha. Cuma
menteri kan mendapat rumah beserta isinya, listrik, bensin, mobil.
Harusnya yang wajar itu gaji menteri Rp100 juta.
Bagaimana pola rekrutmen dan promosi PNS?
Rekrutmen yang bagus seperti Kementerian Luar Negeri, di mana nama calon PNS hingga tempat duduk sudah diberikan barcode
khusus. Nah kalau dulu kan daerah boleh melakukan perekrutan pegawai.
Ada juga yang menyimpang dengan memakai kedok kampus. Dalam proses ujian
misalnya yang lulus 100, begitu diserahkan kepada kepala daerah diubah
namanya menjadi 50 nama.
Nah inilah yang dijadikan
lahan permainan uang hingga puluhan juta. Jadi seberapa besar suatu
kabupaten membutuhkan pegawai? Karena saya pernah lihat anggaran gaji di
daerah ada yang Rp4 miliar. Padahal kita yang di pusat 100 orang saja
tidak sampai sebesar itu. Lalu uangnya untuk apa? Padahal uang sebesar
itu bisa digunakan untuk membangun jembatan.
Untuk membendung hal negatif seperti itu, apakah ada pola baru rekrutmen?
Ya akhirnya kita minta 10
konsorsium kampus untuk membuat soal, melaksanakan ujiannya. Dibantu
oleh Lembaga Sandi Negara, kepolisian untuk pengamanan tertutup hingga
mengawal ke percetakan yang menang tender di tiap daerah. Ujiannya
diawasi oleh polisi, ICW juga membantu. Lembar jawaban itu dibawa ke
BPPT, dengan sistem komputer dipindai langsung dan dapat dibaca siapa
yang lolos.
Berapa Calon PNS yang diterima?
Karena tengah berada di
moratorium, yang kita terima itu tidak banyak, hanya yang
penting-penting seperti guru, dokter, sipir lembaga pemasyarakatan, jadi
sangat selektif. Untuk tahun ini total 13 ribu yang dibutuhkan, namun
yang mendaftar 200 ribu. Tahun depan kita menerima 70 ribu PNS, atau 50
persen dari yang pensiun. Jika dulu kan misalnya yang pensiun 100
orang, kita menerima 100 orang. Kita sekarang sudah mulai downsizing.
Secara keseluruhan berapa jumlah PNS saat ini?
Pada 2011, itu 4,7 juta
pegawai pusat dan daerah. Karena kita tidak menerima pegawai baru selama
setahun sekarang 4,57 juta karena terdapat pension 130 ribu. Nah
sekarang kita terima cuma 13 ribu, berarti kan turun lagi. Tahun depan
70 ribu harus ada karena butuh untuk pergantian.
Di daerah kadang
ada bupati memanfaatkan pegawainya untuk kepentingan politik agar
terpilih kembali, atau mengangkat kerabatnya untuk menjadi PNS?
Hasil yang diolah BPPT
itu kita serahkan ke bupati dan Badan Kepegawaian Negara. Jadi jika
menangkat di luar yang kita tetapkan, kita tidak memberikan nomor induk
pegawainya? Lalu siapa yang memberikan formasi? Jika dulu bupati datang,
saya meminta 100 pegawai lalu bupati meminta 200 tambahan, masih bisa
negosiasi. Jika sekarang tidak. Formasi itu ditentukan oleh beban kerja,
analisa jabatan. Kebutuhannya jenis pekerjaan apa, golongan apa, apakah
dibutuhkan sarjana, dimana mau ditempatkan. Jadi tidak boleh lagi
penempatan dilakukan sesuka hati.
Dulu di zaman Soeharto, PNS tugasnya bisa pindah antar daerah. Sekarang apakah pola itu masih berjalan?
Dulu pemerintah itu
sentral. Nah sekarang kan tidak seperti itu. Orang harus terus berputar.
Masa masuk di Garut, pensiun di Garut. Tidak ada kemajuan. Untuk itu
sistem promosi harus terbuka dan melalui assessment centre.
PNS ini sangat diminati karena gajinya tinggi, terus naik tiap tahunnya. Kadang lebih menarik dibanding swasta?
Kalau saya jujur, pegawai
negeri kita ini cukup 3,5 juta saja. Separuhnya guru. Sistem pegawai ke
depan ini ada pegawai tetap, ada pegawai kontrak. Kadang lebih bagus
pegawai dikontrak sampai 5 tahun terus sampai 3 kali tapi memiliki
pensiun sama dengan PNS. Nanti kita usahakan ada kontrak individual.
Nanti akan ada 3 kelompok, PNS biasa, ada yang kontrak 5 tahun, dan
kontrak per tahun.
Bagaimana dengan reformasi pelayanan publik?
Pelayanan publik ini yang
langsung dirasakan. Jadi penerapan manajemen mutunya, ada SOP nya
setiap kantor mesti buat. Berapa lama syaratnya, apa biayanya itu
minimal.
Pola kedua ini pelayanan
satu pintu. Pelayanan terpadu. Di Aceh ada tapi saya lihat masih berat.
Tapi di Surabaya saya lihat ada 17 kantor digabung jadi 1 kantor saja.
Satu orang komandannya eselon 3 pegawai 20 orang melayani lebih dari 200
jenis layanan.
Dengan adanya PP tentang
Pelayanan Publik, masyarakat bisa komplain jika tidak dilayani dengan
baik. Tiap instansi harus membentuk unit pelayanan pengaduan publik.
Pengaduan itu ditembuskan ke ombudsman dan Kementerian PAN dan Reformasi
Birokrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar