Rhoma Irama. DOK/TEMPO/Agung Pambudhy
Apa saja kontroversi bintang film Satria Bergitar ini?
Pada 2003, Rhoma menjadi sorotan media karena mengkritik Inul Daratista, penyanyi dangdut yang sedang naik daun. Gaya tari andalan Inul dianggap mesum. Rhoma dengan mengatas-namakan organisasi PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia), menentang peredaran album Goyang Inul yang dirilis Blackboard pada akhir Mei 2003. Rhoma Irama kemudian dikecam sebagai seorang munafik oleh pendukung Inul.
Pada tahun yang sama, Rhoma dalam sebuah pengerebekan, tertangkap basah sedang berduaan di apartemen seorang artis pendatang baru, Angel Lelga, sekitar pukul 23.00–04.00 pagi. Pengerebekan ini banyak ditayangkan media infotainment dan menjadi permulaan turunnya pamor raja dangdut ini. Kejadian ini disanggah Rhoma dengan berdalih bahwa ia hanya memberikan nasihat dan petuah agar menghindarkan Angel dari jurang kenistaan. Setelah beberapa waktu kemudian, Rhoma mengakui bahwa ia telah menikah dengan Angel.
Pada November 2005, tayangan Kabar-kabari memberitakan Rhoma Irama mengatakan GIGI adalah band frustasi dan tidak kreatif. Komentar tersebut berhubungan dengan kesuksesan album rohani Raihlah Kemenangan yang dirilis GIGI. Menurut Rhoma, album yang sepenuhnya berisi lagu aransemen ulang itu mengesankan kelompok musik tersebut sebagai band yang frustasi dan tidak kreatif. Berita ini kemudian disanggah oleh Rhoma. (Sebenarnya berita ini sudah diralat, setelah Rhoma Irama mengirimkan protes ke meja redaksi RCTI dan manajemen acara infotaintment Kabar-kabari).
Berita ini beredar karena kesalahan narator dalam menanggapi berita tentang pernyataan Rhoma Irama. Akan tetapi, Rhoma Irama dengan band GIGI tidak ada masalah dan santai saja. Meskipun, karena sempat dipublikasikan, saat itu turut mengundang kontroversi panas.
Pada Januari 2006, Rhoma di hadapan anggota DPR mengeluarkan pernyataan menentang aksi panggung Inul. Saat itu DPR dengar pendapat pembahasan RUU Antipornografi dengan kalangan artis.
Pada Juli 2012, Rhoma menciptakan kontroversi dengan melakukan politik SARA. Ia melarang warga Jakarta memilih pemimpin bukan muslim. Kala itu, Joko Widodo bersama Basuki Tjahaja Purnama maju sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
banyak acara dan cara dilakukan untuk menutupi kekurangannya... padahal masih banyak pekerjaan yang lebih bermanfaat dilakukan untuk negeri ini... mungkun lebih cocok dikategorikan sebagai aktor... tapi bukan aktor bagi masyarakat, karana hanya akan membingungkan orang hidup...
BalasHapus