TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Awal kemunculan in vitro fertilization atau bayi tabung di Indonesia tahun 1987 banyak mendapat protes sejumlah agama. Karena dianggap menggunakan sperma donor. Dengan pengetahuan yang bertambah, masyarakat Indonesia menerimanya.
"Bayi tabung di Indonesia sah-sah saja. Dulu kaum agama protes, setelah kami bertemu, saya jelaskan secara ilmiah, akhirnya setuju. MUI bilang halal," tutur dr. Soegiharto Soebijanto, Sp.OG(K), Ketua Perkumpulan Fertilisasi In Vitro Indonesia (Perfitri).
Menurut Soegiharto, teknologi bayi tabung sudah semakin berkembang, penemuan baru telah ditemukan. Salah satunya adalah soal pemilihan sperma. Jika sperma dari seseorang berjumlah 250 juta, teknologi akan membaca sperma mana yang paling bagus, jika sudah dapat teridentifikasi, satu sperma ekor akan diambil, lalu dipertemukan dengan sel telur.
Meski teknologi makin maju, program bayi tabung tak lepas dari kekhawatiran. Baik dari pihak medis dan masyarakat. Pasalnya bayi tabung syarat dengan etika dan berkembang ke ilmu yang dapat disalahgunakan oleh pihak tak bertanggung jawab.
Misalnya tertukar antara sel sperma dan sel telur atau kloning manusia atau organnya saja. Itu sebabnya mengapa di awal proses bayi tabung yang dapat melakukannya hanya dua rumah sakit. RSCM dan RS Harapan Kita. Selama 10 tahun, kedua rumah sakit itu yang bisa melakukan program bayi tabung, pihak swasta tak diijinkan karena masalah tertukar. Tapi hal itu tak pernah terjadi sampai saat ini, karena kode etik yang diberlakukan.
"Ilmu bayi tabung itu dapat dilakukan kloning organ, stamp cell yang bisa untuk mengobati diri sendiri. Ya ada positif dan negatifnya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar