Ilustrasi (dok: Thinkstock)
Jakarta, Tahun ajaran baru telah tiba. Sama halnya
dengan orang dewasa yang harus beradaptasi dengan lingkungan baru maka
anak-anak juga akan menghadapi perubahan besar dalam hidupnya di
sekolah. Kendati sebagian anak bisa menerima perubahan itu tapi nyatanya
tak semua anak dapat melakukannya.
Pakar kecemasan anak, Rhonda C. Martin yang baru-baru ini meluncurkan sebuah buku berjudul Stuck, panduan bagi anak dan orangtua ketika menghadapi kecemasan dan gangguan kompulsif obsesif pada anak. Di dalam buku itu, Martin menyusun sebuah daftar tentang tanda-tanda perubahan perilaku yang dapat dilihat pada anak-anak ketika merasa tak betah atau tak bahagia di sekolah.
Seperti halnya dilansir dari cbsnews, Senin (17/9/2012), ke-10 tanda tersebut dapat disimak di bawah ini.
1. Sering mengeluh sakit perut sebelum berangkat atau sepulang sekolah
Keluhan yang paling sering disampaikan anak untuk menutupi masalah di sekolah adalah sakit perut, diare dan mual. Biasanya anak-anak yang melakukan hal ini adalah anak yang bertanggung jawab, patuh pada peraturan dan tidak 'meledak-ledak' ketika marah tapi cenderung menyembunyikan penderitaannya, kata Martin.
Anak-anak ini juga terlihat sering ke kamar mandi sebelum berangkat sekolah, enggan berpartisipasi dalam aktivitas selepas sekolah dan merubah pola makannya secara signifikan.
2. Menciptakan rutinitas yang kaku
Anak-anak yang merasa stres selama berada di sekolah seringkali menciptakan rutinitas yang kaku tapi 'harus' diikuti, terang Martin.
Misalnya saja anak jadi suka mengeset alarm jamnya satu jam lebih awal dari biasanya dan terkesan lelet saat menyiapkan diri untuk berangkat sekolah, entah ketika memakai seragam atau sarapan. Bisa jadi mereka tengah menyiapkan dirinya untuk menghadapi hal-hal yang buruk atau tidak diinginkannya di sekolah nanti.
3. Ketagihan makanan yang terbuat dari tepung dan gula putih
Menurut Martin, perubahan pilihan makanan, terutama yang terbuat dari tepung dan gula putih mengindikasikan bahwa tubuh si anak tengah mencoba menanggulangi pelepasan hormon stres atau kortisol yang berlebihan.
Makaroni, keju, biskuit, permen, pizza, roti dan kue kering merupakan beberapa jenis cemilan yang biasa dimakan anak ketika stresnya berlebihan, bahkan kadang porsi makanannya juga berlebihan.
Oleh karena itu, anak yang terlihat cemas sebaiknya diberi makan makanan yang mengandung protein, sayuran dan buah-buahan untuk menjaga kondisi tubuhnya. Martin mengatakan bahwa makan makanan yang salah ketika stres hanya akan memperparah gejala-gejala negatif yang muncul dari stres itu sendiri.
4. Sering bertengkar dengan saudaranya
Bertengkar dengan saudara itu wajar, biasanya konflik semacam ini terjadi saat weekend di musim kemarau, meski alasannya terkadang sepele.
Tapi jika peningkatan intensitas pertengkaran ini terus terjadi sebulan setelah masuk sekolah, mungkin orangtua harus segera mencari tahu apa yang terjadi pada anaknya hingga muncul karakteristik seperti itu.
5. Susah tidur
Saat masuk sekolah lagi, orangtua tentu berharap anak-anaknya dapat menyesuaikan diri dengan jam tidur baru. Martin pun menambahkan di minggu ketiga sekolah, si anak seharusnya telah terbiasa dengan rutinitas harian itu dan tidur tepat waktu. Tapi jika belum terbiasa, maka bisa jadi ada masalah yang lebih besar pada si anak.
Mandi air hangat 15 menit sebelum tidur mungkin bisa membantu anak terlelap. Jika si anak hanya guling-guling di kasur karena tak bisa tidur hingga 25 menit lamanya, orangtua harus turun tangan dengan memintanya bangun selama 10 menit lalu membiarkannya mencoba tidur lagi.
Menyuruh si anak mandi dan menenangkan pikirannya sebelum tidur merupakan cara yang dapat digunakan oleh orangtua untuk membantu anak-anaknya mengatasi gangguan tidurnya, kata Martin.
6. Mendadak suka mengumpat atau menggunakan bahasa yang tidak pantas
Martin mengungkapkan penggunaan bahasa yang buruk atau tidak pantas seringkali dikaitkan dengan kelelahan pikiran dan fisik, frustasi serta ketidakbahagiaan.
Saat tertekan, anak usia prasekolah biasanya menggunakan kata-kata seperti 'bodoh dan idiot', berbeda dengan anak usia sekolah dasar yang akan mengulang kata-kata dari video games seperti 'bunuh dan mati' hingga kata-kata umpatan. Tapi untuk anak yang lebih dewasa, mereka cenderung mengulang-ulang frase tentang kematian dan pembunuhan serta menggunakan banyak kata-kata bernada kutukan.
Perubahan kosakata ini dapat mengindikasikan masalah lain yang seharusnya segera ditanggulangi oleh orangtua.
7. Enggan beraktivitas di malam hari
Jika si anak marah pada teman-teman yang tidak membiarkannya bermain dengan mereka saat istirahat dan ia pun terus menangisinya saat makan malam, bahkan hingga beberapa hari kemudian, itu berarti si anak berada dalam posisi 'mentok'. Biasaya mereka juga enggan beraktivitas di malam hari seperti tak mau berangkat les musik atau latihan olahraga dengan teman-temannya.
Orangtua pun tak boleh tinggal diam jika anaknya masih 'mentok' dengan masalah yang terjadi di sekolah seperti itu, apalagi jika hal itu mengganggu aktivitasnya di malam hari, termasuk jam tidurnya.
8. Tak mau mengerjakan tugas
Anak yang stres hanya akan terfokus pada satu hal di satu waktu, ungkap Martin. Jika ada yang menginterupsi, bisa jadi ini akan membuatnya semakin stres.
Hal ini bisa dilihat ketika orangtua meminta anaknya mengambil sepatu, kaus kaki dan tas untuk berangkat ke sekolah tapi si anak malah membalasnya dengan jeritan karena ia tengah asyik menonton acara TV kesayangannya. Atau saat si anak seharusnya pergi berlatih sepakbola dengan saudaranya tapi ia malah mengumpat-umpat sambil bermain video game.
Dalam kasus semacam ini, anak terkesan menunjukkan keengganan sekaligus protes ketika diganggu. Masalahnya, kondisi ini tak boleh didiamkan oleh orangtua karena itu berarti si anak sedang ada masalah.
9. Tak bisa menyebutkan 4 nama anak yang disukainya di sekolah
Anak yang dapat beradaptasi dengan baik dan bahagia dapat menyebutkan setidaknya 5-10 nama anak yang mereka sukai di sekolah, ujar Martin. Sebaliknya, anak yang berjuang melawan bullying, sering merasa malu dan cemas atau depresi akan kesulitan menyebutkan satu atau dua anak yang dapat berteman dengannya.
Orangtua pun perlu mencoba meminta anaknya menyebutkan nama satu-dua anak yang mungkin disukainya seperti 'Siapa teman favoritmu saat makan siang?', 'Kamu suka duduk di bis dengan siapa?' atau 'Kamu suka bermain dengan siapa saat jam istirahat?'. Dengan begitu orangtua dapat memberikan dorongan agar anaknya mau berteman dengan mereka atau anak-anak lain.
10. Tak lagi nyaman dengan hal-hal yang disukainya
Anak kecil biasanya memiliki barang-barang khusus yang disukainya karena itu membuatnya tenang seperti selimut dan boneka. Sama halnya dengan anak yang lebih dewasa yang biasanya merasa rileks saat bermain video game, berbalas email, berolahraga atau ke mal bersama teman-temannya.
Orangtua harus familiar dengan 3-4 hal/aktivitas yang dapat menenangkan anak-anaknya itu sehingga ketika mendadak terlihat ada yang tidak beres dengan anaknya, orangtua dapat segera menyediakan barang kesukaannya agar si anak menjadi tenang.
Tapi jika anak terus-terusan tertekan meski barang-barang kesukaannya ada di hadapannya, mungkin inilah saatnya orangtua mengajaknya menemui dokter.
(ir/ir)
Pakar kecemasan anak, Rhonda C. Martin yang baru-baru ini meluncurkan sebuah buku berjudul Stuck, panduan bagi anak dan orangtua ketika menghadapi kecemasan dan gangguan kompulsif obsesif pada anak. Di dalam buku itu, Martin menyusun sebuah daftar tentang tanda-tanda perubahan perilaku yang dapat dilihat pada anak-anak ketika merasa tak betah atau tak bahagia di sekolah.
Seperti halnya dilansir dari cbsnews, Senin (17/9/2012), ke-10 tanda tersebut dapat disimak di bawah ini.
1. Sering mengeluh sakit perut sebelum berangkat atau sepulang sekolah
Keluhan yang paling sering disampaikan anak untuk menutupi masalah di sekolah adalah sakit perut, diare dan mual. Biasanya anak-anak yang melakukan hal ini adalah anak yang bertanggung jawab, patuh pada peraturan dan tidak 'meledak-ledak' ketika marah tapi cenderung menyembunyikan penderitaannya, kata Martin.
Anak-anak ini juga terlihat sering ke kamar mandi sebelum berangkat sekolah, enggan berpartisipasi dalam aktivitas selepas sekolah dan merubah pola makannya secara signifikan.
2. Menciptakan rutinitas yang kaku
Anak-anak yang merasa stres selama berada di sekolah seringkali menciptakan rutinitas yang kaku tapi 'harus' diikuti, terang Martin.
Misalnya saja anak jadi suka mengeset alarm jamnya satu jam lebih awal dari biasanya dan terkesan lelet saat menyiapkan diri untuk berangkat sekolah, entah ketika memakai seragam atau sarapan. Bisa jadi mereka tengah menyiapkan dirinya untuk menghadapi hal-hal yang buruk atau tidak diinginkannya di sekolah nanti.
3. Ketagihan makanan yang terbuat dari tepung dan gula putih
Menurut Martin, perubahan pilihan makanan, terutama yang terbuat dari tepung dan gula putih mengindikasikan bahwa tubuh si anak tengah mencoba menanggulangi pelepasan hormon stres atau kortisol yang berlebihan.
Makaroni, keju, biskuit, permen, pizza, roti dan kue kering merupakan beberapa jenis cemilan yang biasa dimakan anak ketika stresnya berlebihan, bahkan kadang porsi makanannya juga berlebihan.
Oleh karena itu, anak yang terlihat cemas sebaiknya diberi makan makanan yang mengandung protein, sayuran dan buah-buahan untuk menjaga kondisi tubuhnya. Martin mengatakan bahwa makan makanan yang salah ketika stres hanya akan memperparah gejala-gejala negatif yang muncul dari stres itu sendiri.
4. Sering bertengkar dengan saudaranya
Bertengkar dengan saudara itu wajar, biasanya konflik semacam ini terjadi saat weekend di musim kemarau, meski alasannya terkadang sepele.
Tapi jika peningkatan intensitas pertengkaran ini terus terjadi sebulan setelah masuk sekolah, mungkin orangtua harus segera mencari tahu apa yang terjadi pada anaknya hingga muncul karakteristik seperti itu.
5. Susah tidur
Saat masuk sekolah lagi, orangtua tentu berharap anak-anaknya dapat menyesuaikan diri dengan jam tidur baru. Martin pun menambahkan di minggu ketiga sekolah, si anak seharusnya telah terbiasa dengan rutinitas harian itu dan tidur tepat waktu. Tapi jika belum terbiasa, maka bisa jadi ada masalah yang lebih besar pada si anak.
Mandi air hangat 15 menit sebelum tidur mungkin bisa membantu anak terlelap. Jika si anak hanya guling-guling di kasur karena tak bisa tidur hingga 25 menit lamanya, orangtua harus turun tangan dengan memintanya bangun selama 10 menit lalu membiarkannya mencoba tidur lagi.
Menyuruh si anak mandi dan menenangkan pikirannya sebelum tidur merupakan cara yang dapat digunakan oleh orangtua untuk membantu anak-anaknya mengatasi gangguan tidurnya, kata Martin.
6. Mendadak suka mengumpat atau menggunakan bahasa yang tidak pantas
Martin mengungkapkan penggunaan bahasa yang buruk atau tidak pantas seringkali dikaitkan dengan kelelahan pikiran dan fisik, frustasi serta ketidakbahagiaan.
Saat tertekan, anak usia prasekolah biasanya menggunakan kata-kata seperti 'bodoh dan idiot', berbeda dengan anak usia sekolah dasar yang akan mengulang kata-kata dari video games seperti 'bunuh dan mati' hingga kata-kata umpatan. Tapi untuk anak yang lebih dewasa, mereka cenderung mengulang-ulang frase tentang kematian dan pembunuhan serta menggunakan banyak kata-kata bernada kutukan.
Perubahan kosakata ini dapat mengindikasikan masalah lain yang seharusnya segera ditanggulangi oleh orangtua.
7. Enggan beraktivitas di malam hari
Jika si anak marah pada teman-teman yang tidak membiarkannya bermain dengan mereka saat istirahat dan ia pun terus menangisinya saat makan malam, bahkan hingga beberapa hari kemudian, itu berarti si anak berada dalam posisi 'mentok'. Biasaya mereka juga enggan beraktivitas di malam hari seperti tak mau berangkat les musik atau latihan olahraga dengan teman-temannya.
Orangtua pun tak boleh tinggal diam jika anaknya masih 'mentok' dengan masalah yang terjadi di sekolah seperti itu, apalagi jika hal itu mengganggu aktivitasnya di malam hari, termasuk jam tidurnya.
8. Tak mau mengerjakan tugas
Anak yang stres hanya akan terfokus pada satu hal di satu waktu, ungkap Martin. Jika ada yang menginterupsi, bisa jadi ini akan membuatnya semakin stres.
Hal ini bisa dilihat ketika orangtua meminta anaknya mengambil sepatu, kaus kaki dan tas untuk berangkat ke sekolah tapi si anak malah membalasnya dengan jeritan karena ia tengah asyik menonton acara TV kesayangannya. Atau saat si anak seharusnya pergi berlatih sepakbola dengan saudaranya tapi ia malah mengumpat-umpat sambil bermain video game.
Dalam kasus semacam ini, anak terkesan menunjukkan keengganan sekaligus protes ketika diganggu. Masalahnya, kondisi ini tak boleh didiamkan oleh orangtua karena itu berarti si anak sedang ada masalah.
9. Tak bisa menyebutkan 4 nama anak yang disukainya di sekolah
Anak yang dapat beradaptasi dengan baik dan bahagia dapat menyebutkan setidaknya 5-10 nama anak yang mereka sukai di sekolah, ujar Martin. Sebaliknya, anak yang berjuang melawan bullying, sering merasa malu dan cemas atau depresi akan kesulitan menyebutkan satu atau dua anak yang dapat berteman dengannya.
Orangtua pun perlu mencoba meminta anaknya menyebutkan nama satu-dua anak yang mungkin disukainya seperti 'Siapa teman favoritmu saat makan siang?', 'Kamu suka duduk di bis dengan siapa?' atau 'Kamu suka bermain dengan siapa saat jam istirahat?'. Dengan begitu orangtua dapat memberikan dorongan agar anaknya mau berteman dengan mereka atau anak-anak lain.
10. Tak lagi nyaman dengan hal-hal yang disukainya
Anak kecil biasanya memiliki barang-barang khusus yang disukainya karena itu membuatnya tenang seperti selimut dan boneka. Sama halnya dengan anak yang lebih dewasa yang biasanya merasa rileks saat bermain video game, berbalas email, berolahraga atau ke mal bersama teman-temannya.
Orangtua harus familiar dengan 3-4 hal/aktivitas yang dapat menenangkan anak-anaknya itu sehingga ketika mendadak terlihat ada yang tidak beres dengan anaknya, orangtua dapat segera menyediakan barang kesukaannya agar si anak menjadi tenang.
Tapi jika anak terus-terusan tertekan meski barang-barang kesukaannya ada di hadapannya, mungkin inilah saatnya orangtua mengajaknya menemui dokter.
(ir/ir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar