Rabu, 17 Oktober 2012

Guru BP Tak Memiliki Peran Penting


 JAKARTA - Sejumlah pelajar putri di sekolah belakangan ini banyak yang menjadi korban penculikan bahkan pemerkosaan. Media jejaring sosial dituding sebagai biang kerok para murid wanita itu kerap kali terjebak sindikat. Lantas apa yang harus dilakukan pihak sekolah dan orangtua untuk menanggulangi hal tersebut?

Berikut petikan wawancara okezone dengan pengamat sosiologi anak, Tika Bisono baru-baru ini:

Apakah kejadian maraknya penculikan siswa dan pemerkosaan dibutuhkan adanya mata pelajaran atau penyuluhan guna para siswa bisa mengantisipasi aksi kriminalitas tersebut?

Sangat perlu sebenarnya. Ini kan seharusnya kerjaanya guru-guru BP (Bimbingan Penyuluhan). Guru-Guru BP harus seminggu sekali memberikan penyuluhan tentang kehidupan bermasyarakat. Ini tugasnya guru BP. Jadi ada isu apa dibicarakan, jadi siswa melihat guru BP itu bukan mencari kesalahan saja. Karena itu memang kerjaanya, kemudian mewanti-wanti anak-anak di lingkungan tertentu, misal diajak ngobrol dengan siswa yang suka seleb, atau sinetron diarahkan ke sekolah seni peran.

untuk anak yang bermasalah pendekatannya lain lg. Jadi guru BP itu menjadi jembatan antara sekolah dan dunia luar.

Lantas bagaimana melihat peran guru BP selama ini?

Enggak ada kerjaanya guru BP di sekolah-sekolah. Habis, ada peristiwa di sekolah tapi tak ada tindakan, udah banyak banget masak sih ga dijadiin bahan. Ada siswa yang daerahnya deket daerah tawuran atau mall misalnya, harus hati-hati ya.

Kalau soal siswi yang dijadikan korban pemerkosaan dengan modus mau dijadikan model itu?

Ya enggak ada pengawasan gimana anak-anak mudeng. Tapi dalam kemasan yang positif itu bukan salahnya anak anak. Anak-anak kan polos-polos saja kalau arahan dari guru tidak ada. Harusnya dia mengatakan bahwa harus resmi, harus di tempat yang formal kan tidak ada yang gitu-gituan.

Apakah media sosial berpengaruh?

Sangat berpengaruh. Karena buku yang terbuka tapi terhadap sesuatu itu kita kan tidak bisa ngumpet di bawah tempurung. tapi justru bagaimana menghadapi dan menyikapinya, kita mengajarjkan anak untuk punya kemampuan untuk menseleksi, kan kaitanya dengan akhlak, etika, perilaku, dsb lah.

Terus juga orang tua. Orang tua terlalu naif dengan fenomena di luar, kan kasihan anaknya. Apa lagi orang tua bekerja kan jarang waktu luang. orang tua harus memberikan peringatan, jangan dengan marah-marah, tapi ngobrol biasa. bukan dengan marah-marah. Akhirnya nanti salah terima. Ya harus empati lah orang tua itu.
(ahm)

Okezone.com, 15 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar