Minggu, 06 Januari 2013

Poligami bukan cacat moral dan politik


Poligami bukan cacat moral dan politik

Rhoma Irama di kediamannya, Pondok Jaya, Mampang, Prapatan, Kamis (3/1). (merdeka.com/imam buhori)
113
 


Tuhan saja tidak mau dimadu, jadi wajar saya banyak perempuan tidak suka kalau cinta mereka diduakan.

Meski begitu, Rhoma Irama yakin isu poligami tidak bakal menggerus dukungan bagi dirinya untuk tetap meaju sebagai calon presiden. Dia juga mencontohkan Rasulullah beristri lebih dari satu mampu menjadi pemimpin paling berhasil sejagat. "Itu sudah cukup menjadi bukti poligami tidak menjadi hambatan bagi pemimpin buat melaksanakan tugas lebih baik," ujarnya saat ditemui merdeka.com kemarin sore di kediamannya, Jalan Pondok Jaya VI nomor 14, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Berikut penuturannya kepada Faisal Assegaf dan juru foto Imam Buhori:
.
Apakah isu poligami bisa menggerus dukungan terhadap Anda?

Alhamdulillah, majelis taklim saya itu dipenuhi ibu-ibu. Undangan dari ibu-ibu dari seluruh Indonesia banyak sekali. Poligami itu bagaimana orang melakukannya. Ada orang tidak poligami tapi menzalimi perempuan, melecehkan perempuan. Contoh para hidung belang ada orang-orang menzalimi dan tidak menghormati perempuan. Perempuan dibayar, ditinggalkan.

Poligami hakikatnya sangat menghargai harkat dan martabat perempuan. Poligami bukan cacat moral, cacat politik, dan bukan cacat integritas. Tidak bisa dijadikan alasan seseorang tidak bisa menjadi pemimpin. Karena Rasulullah pemimpin paling berhasil di dunia ini. itu sudah cukup menjadi bukti poligami tidak menjadi hambatan bagi pemimpin buat melaksanakan tugas lebih baik.

Apa sudah Anda lakukan sejauh ini buat mewujudkan dorongan dan panggilan hati itu?

Saya mengalir saja. Saya akan mempertahankan suhu ego saya seperti itu. Tidak boleh terbersit dalam dada saya keinginan menjadi presiden. Sehingga datang pada satu titik, secara politik dan konstitusi, baru saya persiapkan diri saya. Yang pasti saya memiliki rasa memiliki dan rasa bertanggung jawab terhadap bangsa ini. Selama 40 tahun saya keliling dan berbicara dengan bangsa ini melalui musik dan dakwah. Ini memunculkan rasa memiliki dan rasa bertanggung jawab terhadap bangsa ini. Saya rasa ini modal besar untuk seorang pemimpin. Dengan dua rasa itu akan muncul konsep, visi, dan misi untuk membahagiakan rakyat.

Apa panggilan setelah 40 tahun itu meniru Rasulullah?

Kalau itu terjadi, bukan by design, kebetulan sama seperti nabi.

Sampai kapan Anda bakal menunggu kendaraan politik itu?

Yang pasti, saya tidak ada beban. Saya sangat-sangat tidak berambisi. Saya tidak sedang mengejar jabatan itu. Saya tidak sedang memimpikan jabatan itu. Buat saya jabatan itu sudah takdir, jadi sikap saya mengalir saja. Saya ini orang yang diinginkan, bukan yang menginginkan.

Tapi Anda rajin bersafari ke ulama, apakah itu bagian dari minta restu?

Kalau safari saya berdakwah memang itu profesi saya. Selama 40 tahun, saya berkeliling Indonesia dengan musik dan dakwah. itu bagian dari profesi, bukan buat sosialisasi. Tidak ada program direncanakan untuk sosialisasi karena saya tidak berambisi.
[fas]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar