PURWOKERTO -Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
20 Tahun 2013 sebagai pengganti PP Nomor 25 Tahun 1981 tentang asuransi
sosial PNS.
Lewat PP baru yang ditandatangani pada 9 April 2013 ditegaskan, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan pemungutan dan penyetoran iuran. Besarnya pungutan tersebut 8 persen dari penghasilan bulanan tanpa tunjangan pangan.
Adanya aturan yang baru tersebut memunculkan reaksi dari para PNS. Seperti Wuryani yang mengatakan, jika potongan tersebut benar maka PNS akan menghadapi potongan yang lebih banyak lagi. Sebab, sebelumnya juga telah ada potongan baik untuk kesehatan dan pensiun. Menurutnya, dengan potongan itu sama saja tidak ada kenaikan gaji PNS. "Sama saja tidak naik. Dengan kenaikan 7 persen, namun dipotong lagi 8 persen," katanya.
Slamet, PNS lainnya juga mempertanyakan potongan yang ditetapkan oleh Presiden. "Itu potongan untuk semua PNS atau cuma untuk golongan tertentu saja. Kalau diberlakukan untuk semua orang, sama saja gaji tidak naik," tuturnya.
Sementara itu, Plt Kabid Perbendaharaan DPPKAD, Drs Sutiarto MSi mengakui, belum mengetahui informasi tersebut. Bahkan terkait PP yang baru, baru diketahuinya dari surat kabar. "Belum menerima sosialisasi tentang itu," jelasnya.
Meski belum ada sosialisasi, ia akan mempelajari terlebih dulu PP Nomor 20 Tahun 2013. Namun, dikatakan Sutiarso, PP yang baru tidak bisa serta merta diterapkan karena harus menunggu peraturan lebih lanjut. "Menunggu ada tidak juklak dan juknisnya. Seperti kenaikan gaji 7 persen, setelah mendapat dasar PP, maka kita proaktif menunggu SE dari Dirjen Perbendaharaan," imbuhnya.
Selanjutnya, setelah ada peraturan lebih lanjut maka segera dikoordinasikan dengan instansi terkait. Jika berkaitan dengan pensiun maka akan berkoordinasi dengan Taspen. Sementara jika berkaitan dengan kesehatan akan dikoordinasikan dengan Askes.
Sebelumnya, tutur Sutiarto, sudah ada potongan bagi PNS. Ia menyebut potongan sebesar 10 persen sesuai dengan Kepres Nomor 8 Tahun 1977, yang menyebut iuran wajib PNS sebesar 10 persen dari penghasilan setiap bulan. Ini terdiri dari 3,25 persen Tunjangan Hari Tua. Besaran ini yang nantinya dicairkan saat memasuki masa pensiun. Lalu, 4,75 persen untuk iuran dana pensiun, yang nantinya digunakan untuk pensiun setiap bulan, dan 2 persen untuk Iuran Pemeliharaan Kesehatan/Askes.
Seperti diketahui, Presiden SBY menandatangani PP baru terkait penyelenggaraan asuransi sosial PNS. Pada PP terbaru Nomor 20 tahun 2013 sebagaimana Pasal 6 PP No. 25/1981, iuran tersebut berasal dari peserta di lingkungan instansi pusat dan instansi daerah ke Kas Negara. "Dalam hal terjadi keterlambatan penyetoran iuran oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 6A Ayat (3) PP No. 2013 itu.
Menurut PP ini, akumulasi Iuran Pensiun dan Tabungan Hari Tua yang dipungut dan disetor peserta, dalam hal ini PNS, merupakan dana milik peserta secara kolektif yang dikuasai oleh pemerintah. Akumulasi iuran sebagaimana dimaksud dapat digunakan oleh Pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan Pensiun PNS, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. (azz/sus)
Lewat PP baru yang ditandatangani pada 9 April 2013 ditegaskan, Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan pemungutan dan penyetoran iuran. Besarnya pungutan tersebut 8 persen dari penghasilan bulanan tanpa tunjangan pangan.
Adanya aturan yang baru tersebut memunculkan reaksi dari para PNS. Seperti Wuryani yang mengatakan, jika potongan tersebut benar maka PNS akan menghadapi potongan yang lebih banyak lagi. Sebab, sebelumnya juga telah ada potongan baik untuk kesehatan dan pensiun. Menurutnya, dengan potongan itu sama saja tidak ada kenaikan gaji PNS. "Sama saja tidak naik. Dengan kenaikan 7 persen, namun dipotong lagi 8 persen," katanya.
Slamet, PNS lainnya juga mempertanyakan potongan yang ditetapkan oleh Presiden. "Itu potongan untuk semua PNS atau cuma untuk golongan tertentu saja. Kalau diberlakukan untuk semua orang, sama saja gaji tidak naik," tuturnya.
Sementara itu, Plt Kabid Perbendaharaan DPPKAD, Drs Sutiarto MSi mengakui, belum mengetahui informasi tersebut. Bahkan terkait PP yang baru, baru diketahuinya dari surat kabar. "Belum menerima sosialisasi tentang itu," jelasnya.
Meski belum ada sosialisasi, ia akan mempelajari terlebih dulu PP Nomor 20 Tahun 2013. Namun, dikatakan Sutiarso, PP yang baru tidak bisa serta merta diterapkan karena harus menunggu peraturan lebih lanjut. "Menunggu ada tidak juklak dan juknisnya. Seperti kenaikan gaji 7 persen, setelah mendapat dasar PP, maka kita proaktif menunggu SE dari Dirjen Perbendaharaan," imbuhnya.
Selanjutnya, setelah ada peraturan lebih lanjut maka segera dikoordinasikan dengan instansi terkait. Jika berkaitan dengan pensiun maka akan berkoordinasi dengan Taspen. Sementara jika berkaitan dengan kesehatan akan dikoordinasikan dengan Askes.
Sebelumnya, tutur Sutiarto, sudah ada potongan bagi PNS. Ia menyebut potongan sebesar 10 persen sesuai dengan Kepres Nomor 8 Tahun 1977, yang menyebut iuran wajib PNS sebesar 10 persen dari penghasilan setiap bulan. Ini terdiri dari 3,25 persen Tunjangan Hari Tua. Besaran ini yang nantinya dicairkan saat memasuki masa pensiun. Lalu, 4,75 persen untuk iuran dana pensiun, yang nantinya digunakan untuk pensiun setiap bulan, dan 2 persen untuk Iuran Pemeliharaan Kesehatan/Askes.
Seperti diketahui, Presiden SBY menandatangani PP baru terkait penyelenggaraan asuransi sosial PNS. Pada PP terbaru Nomor 20 tahun 2013 sebagaimana Pasal 6 PP No. 25/1981, iuran tersebut berasal dari peserta di lingkungan instansi pusat dan instansi daerah ke Kas Negara. "Dalam hal terjadi keterlambatan penyetoran iuran oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 6A Ayat (3) PP No. 2013 itu.
Menurut PP ini, akumulasi Iuran Pensiun dan Tabungan Hari Tua yang dipungut dan disetor peserta, dalam hal ini PNS, merupakan dana milik peserta secara kolektif yang dikuasai oleh pemerintah. Akumulasi iuran sebagaimana dimaksud dapat digunakan oleh Pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan Pensiun PNS, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. (azz/sus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar