Selasa, 14 Mei 2013

Karya-Karya Inovatif Pelajar Indonesia Berprestasi di Kuala Lumpur Devika dengan Bra Penampung ASI, Hibar Bikin Sepatu Anti Pelecehan


Devika Asmi Pandanwangi  peserta International Exhibition of Young Inventors (IEYI) di Kuala Lumpur, Malaysia 9-11 Mei. Foto dokumentasi LIPI for Jawa Pos/JPNN
Devika Asmi Pandanwangi peserta International Exhibition of Young Inventors (IEYI) di Kuala Lumpur, Malaysia 9-11 Mei. Foto dokumentasi LIPI for Jawa Pos/JPNN




Pelajar-pelajar Indonesia sukses menunjukkan inovasi terbaik mereka dalam International Exhibition of Young Inventors (IEYI) di Kuala Lumpur, Malaysia, 9"11 Mei lalu. Dalam kompetisi antarpelajar dari berbagai negara itu, para pelajar Indonesia meraih tiga medali emas dan dua medali perak.
 
M. HILMI SETIAWAN, JAKARTA

==========================


Pelajar Indonesia meraih emas untuk kategori Food and Agriculture atas nama Wisnu, siswa SMA Taruna Nusantara Magelang, Jawa Tengah. Dia membuat karya berjudul Detektor Telur Busuk.

Inovasi kedua berjudul Tundershot Filter (Turbin Undershot) Penyaring Sampah karya tiga siswa SMAN 6 Jogjakarta (Nurina Zahra Rahmati, Tri Ayu Lestari, dan Elizabeth Widya Nidianita) dalam kategori Green Technology. Satu lagi berjudul Sepatu Anti Kekerasan Seksual karya Hibar Syahrul Gafur, siswa SMPN 1 Bogor, Jawa Barat, dalam kategori Safety and Health.

Medali perak diraih Devika Asmi Pandanwangi, siswi SMAN 6 Jogjakarta, dengan karyanya yang berjudul Bra Penampung ASI untuk kategori Technology for Special Needs. Peraih perak lainnya adalah Canting Batik Otomatis karya Safira Dwi Tyas Putri, siswi Sampoerna Academy, Kampus Bogor, Jawa Barat, dalam kategori Green Technology.

Meski tidak nomor satu, karya Devika termasuk unik dan banyak manfaat. Karya itu lahir dari kebiasaan sederhana Devika yang sering mengamati hal-hal sepele keseharian. Siswi kelas VIII tersebut membuat bra multiguna setelah mengamati ibunya saat menyusui Penta Holi, adik kedua Devika.

"Saat ngobrol santai, ibu mengeluh karena ASI-nya sering keluar, meski tidak sedang menyusui adik," cerita anak pasangan Epi Winarti dan Didik Asmiarto itu sepulang dari Malaysia, Minggu (12/5).

"Meskipun tidak banyak, ASI ibu terus menetes ketika tidak diisap adik," tambah gadis kelahiran Jogjakarta, 8 Juli 1995, itu.

Setelah mencari-cari literatur, Devika menemukan ide untuk membuat alat penampung ASI yang sederhana tapi multiguna. Bra jenis itu memiliki keistimewaan. Yakni, bagian tengahnya bisa dibuka dan ditutup sesuai dengan kebutuhan. Di bagian tersebut, Devika memasang sejenis kap yang terbuat dari silikon dicampur plastik. Dengan bahan itu, ibu-ibu bakal merasa nyaman karena kap bra yang dipakai terasa elastis.

Dari kap tersebut, Devika mengalirkan ASI yang terus menetes melalui sebuah slang yang tersambung ke sebuah kantong aluminium foil berukuran 300 cc. Dia tidak asal-asalan memilih aluminium foil tersebut. Berbekal masukan ayahnya yang berprofesi sebagai guru fisika, Devika menyatakan bahwa aluminium foil memiliki sifat mampu menyimpan panas tubuh.

"Kantong aluminium foil yang tersambung itu ditempel di perut," katanya. Dengan ditempel di perut, kantong aluminium foil tetap bisa menyerap panas tubuh. ASI yang tersimpan di dalam kantong pun dijamin tetap steril.

"Kalau kantong itu terlalu dingin atau terlalu panas, ASI bisa rusak," jelasnya.

Alat sederhana tersebut juga gampang dibuat dan murah. Untuk proyek itu, Devika menghabiskan dana sekitar Rp 200 ribu. Di antaranya untuk membeli kap yang terbuat dari plastik dan silikon.

"Awalnya, saya harus pesan seratus buah kap. Tetapi, karena kebutuhannya hanya sedikit, saya akhirnya boleh membeli sepasang saja, meski harganya jadi lebih mahal," ungkap sulung tiga bersaudara itu.

Setelah rangkaian bra spesial tersebut jadi, Devika langsung mempraktikkannya. Kebetulan, saat itu sang ibu masih menyusui si adik. "Syukurlah, ASI mengalir ke dalam kantong aluminium foil dengan lancar," paparnya.

"Yang menggembirakan lagi, adik tetap lahap meminum ASI ibu yang sudah ditampung di aluminium foil," tambahnya.

Karya itu sebelumnya diikutkan dalam kontes National Young Inventor Award (NYIA) oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2012. Kala itu, Devika mendapat medali emas, menyingkirkan 25 karya inovasi lainnya.

Dari capaian tingkat nasional itu, karya Devika langsung diikutkan dalam kontes inovasi pemuda tingkat internasional di Kuala Lumpur akhir pekan lalu. Sayangnya, dalam event tersebut, karya Devika "hanya" mendapat medali perak. "Saya sedikit kecewa. Tetapi, ini sudah capaian luar biasa," tegasnya.

Selain medali perak, karya Devika mendapat penghargaan khusus dari delegasi Vietnam. Bra karya Devika memperoleh apresiasi dari peserta Vietnam sebagai Special Award Best Inventor.

"Delegasi dari Vietnam menyatakan, saya kok bisa sampai berpikiran memodifikasi bra untuk menampung ASI," katanya.

Inovator lain yang menggoyang Kuala Lumpur adalah Hibar Syahrul Gafur. Anak pasangan Kopral Kepala (Kopka) Jamaludin dan Sri Hendrayanti itu menciptakan sepatu spesial khusus perempuan. Yakni, sepatu yang bisa digunakan untuk menangkal kejahatan seksual.

"Karya ini muncul karena banyaknya kasus kekerasan seksual kepada perempuan yang sering saya lihat di TV," tutur siswa SMP Negeri 1 Bogor itu.

Hibar menjelaskan, sepatu yang dia ciptakan pada Agustus 2012 tersebut mampu mengalirkan listrik. Jika ada pria iseng, tinggal tendang saja, pria itu bisa terkena setrum listrik dari sepatu.

Setrum dalam sepatu itu berkekuatan 450 volt dan dihasilkan dari baterai kotak berukuran 9 volt. Baterai itu tersimpan rapi di bagian bawah sepatu. "Saya sempat berkonsultasi ke ahli pembuat sepatu supaya bisa menempatkan baterai," kata remaja kelahiran Bogor, 26 Desember 1998, itu.

Menurut Hibar, aliran listrik yang dihasilkan sepatu tersebut bisa membuat orang lemas. Syaratnya, sepatu itu harus menempel beberapa saat ke tubuh orang yang bermaksud jahat tersebut. Kalau hanya sebentar, rasanya seperti tersengat listrik raket nyamuk.

Sehari-hari Hibar memang suka mengutak-atik listrik. Dia sering membuat rangkaian-rangkaian listrik untuk memuaskan rasa penasarannya.

Pada awal eksperimen, Hibar menemukan sejumlah masalah. Di antaranya, ketika sepatu itu digunakan waktu hujan. Bisa-bisa aliran listriknya menyengat pemakainya.

"Akhirnya, berkat bimbingan guru dan teman-teman, saya bisa mengatasi. Yakni, menggunakan pembatas yang tidak menghantarkan listrik," tuturnya.

Ibu Hibar, Hendrayanti, menyatakan sangat bangga atas prestasi putranya. "Namun, saya ingatkan Hibar, jangan pernah puas karena ilmu tidak ada batasnya," ungkapnya.

Hendrayanti berharap Hibar bisa menjadi orang yang berguna bagi masyarakat luas. "Mudah-mudahan ada perusahaan yang mau memproduksi sepatu anak saya, sehingga karya Hibar benar-benar bermanfaat," tegas Hendrayanti. (*/c5/ari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar