STRES dan depresi
sebenarnya dapat terlihat dari gejala fisik, entah kulit yang kusam,
rambut kusut atau munculnya keriput dan jerawat. Namun sebuah studi baru
juga menemukan bahwa stres dapat mengubah bau badan, terutama wanita,
yang pada akhirnya mempengaruhi persepsi orang terhadap mereka.
Dalam studi ini peneliti berhasil
membuktikan bagaimana aroma keringat orang yang stres (berbeda dengan
bau keringat sehabis berolahraga atau saat berada di dalam ruang yang
panas dan gerah) ternyata dapat mempengaruhi persepsi orang lain
terhadap orang yang sedang berada di bawah tekanan.
Secara khusus, studi ini mengungkapkan
aroma tubuh dari seorang wanita yang stres membuat mereka terlihat tidak
kompeten melakukan sesuatu, kurang percaya diri dan kurang bisa
dipercaya.
Peneliti Dr. Susan Biehle-Hulette pun
mengklaim inilah studi pertama yang menemukan pengaruh bau keringat
seseorang saat stres, terutama wanita, dengan persepsi sosial.
"Untuk pertama kalinya, kami telah
menemukan bahwa bau keringat orang yang stres mempengaruhi penilaian
orang lain terhadap tingkat kepercayaan diri, kompetensi dan apakah
orang yang bersangkutan bisa dipercaya atau tidak," kata Dr. Susan,
seperti dilansir laman Daily Mail, Selasa (22/10).
Darimana asalnya? Dr Biehle-Hulette dan
rekan-rekannya mengambil sampel tiga jenis keringat dari 44 donor wanita
untuk melihat bagaimana perbedaan aroma itu akan mempengaruhi persepsi
orang lain terhadap mereka.
Kesemua partisipan juga diminta
menjalani Trier Social Stress Test, di antaranya lima menit untuk
persiapan berbicara di depan umum, lima menit mengerjakan mental
aritmetika (kemampuan berhitung di luar kepala atau mencongak) dan lima
menit berbicara di depan publik.
Kemudian sampel-sampel keringat mereka
diambil, dan setiap partisipan juga diminta menilai mood mereka saat
menjalani tes. Pasca tes, partisipan diminta bersepeda selama 15 menit
agar peneliti dapat memperoleh sampel keringat yang bersumber dari
aktivitas fisik.
Setelah itu peneliti menggunakan
sampel-sampel tersebut untuk melihat bagaimana keringat-keringat ini
mempengaruhi persepsi orang lain terhadap partisipan. Sebelumnya
sebagian sampel diberi deodoran agar baunya tak lagi menonjol.
Proses penilaian ini dilakukan peneliti
dengan melibatkan 120 pria dan wanita. Awalnya peneliti memperlihatkan
beberapa video wanita yang melakukan aktivitas sehari-hari seperti
bekerja di kantoran, membersihkan rumah dan mengasuh anak.
Seluruh partisipan pria dan wanita yang
diminta mencium aroma sampel keringat donor yang diberi deodoran sepakat
menilai orang yang memiliki sampel keringat tersebut dinilai lebih
percaya diri, dapat dipercaya dan berkompeten. Sebaliknya donor yang
sampel keringatnya tidak diberi deodoran disepakati seluruh partisipan
sebagai wanita yang tertekan atau stres.
"Riset menunjukkan ada tiga faktor utama
penyebab munculnya keringat, yaitu aktivitas fisik yang menguras
tenaga, panas lingkungan dan stres. Keringat yang disebabkan oleh
aktivitas fisik (internal thermal stress) dan panas lingkungan (external
thermal stress) diproduksi oleh sekresi dari salah satu kelenjar
keringat yaitu kelenjar ekrin. Sedangkan keringat stres (emosional)
dihasilkan oleh sekresi kelenjar ekrin dan apokrin karena keringat ini
bercampur dengan bakteri di permukaan kulit. Akibatnya menimbulkan bau
yang kurang menyenangkan," kata Dr. Susan lebih lanjut.
"Itulah mengapa keringat yang dipicu
stres merupakan keringat yang baunya paling buruk dibandingkan tiga
jenis keringat lainnya. Selain itu ini bisa terjadi kapanpun, tanpa
terduga serta seringkali menjadi lingkaran setan," pungkasnya. (fny/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar