Sabtu, 13 Oktober 2012

Promosi Jabatan untuk Narapidana Koruptor Merusak Moral

JAKARTA, KOMPAS.com - Narapidana koruptor hendaknya jangan dipromosikan lagi untuk menduduki jabatan publik karena menyalahi moralitas. Jika dipaksakan, itu bakal merusak kepercayaan publik dan menghambat upaya membangun pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.
Desakan itu disampaikan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat, di Jakarta, Kamis (11/10/2012). Sebagaimana diberitakan, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Azirwan, saat ini diangkat menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan di Provinsi Kepulauan Riau. Padahal, Azirwan pernah divonis 2,5 tahun penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi akibat kasus penyuapan anggota DPR RI Al Amin Nasution, dalam pembahasan alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan tahun 2008.
Menurut Komaruddin Hidayat, pengangkatan narapidana koruptor menjadi pejabat publik menyalahi semangat pemberantasan korupsi dan cita-cita mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab. Jika dipaksakan, citra dan wibawa lembaga yang dipimpinnya akan menurun. Pegawai di bawahnya sulit untuk menghargai pemimpin semacam itu, dan masyarakat juga sulit menuruti pemerintahannya.
"Pengangkatan pejabat semacam itu harus dibatalkan karena tidak sah secara moral. Kenapa sosok itu dipaksakan, sementara masih banyak pegawai negeri sipil (PNS) yang lebih baik? Ini akan memicu kekecewaan di lingkungan pegawai dan membunuh idealisme mereka, sekaligus menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah," katanya.
Jika tetap dibiarkan, situasi ini bisa kian menumpuk akumulasi kemarahan dan kekecewaan sosial. Bayangkan saja, saat ini marak diwacanakan hukuman mati bagi koruptor. Munas Nahdlatul Ulama (NU) di Cirebon, pertengahan September lalu, meninjau kewajiban bayar pajak, jika hasil pajak dikorupsi. "Di tengah semangat memerangi korupsi, sekarang malah ada narapidana koruptor yang dipomosikan menduduki jabatan publik. Ini cermin dari hilangnya moralitas dan ketidaktegasan pemimpin nasional," katanya.
Editor :
Rusdi Amral

Tidak ada komentar:

Posting Komentar